Terkadang saya bisa membenci orang dengan amat dalam. Saking dalamnya sampai rasanya ingin muntah tiap bertemu dengannya. Saking ingin muntahnya sampai rasanya ingin mematikannya seketika. Saking ingin mematikannya sampai rasanya takut yang tersisa. Itulah yang saya rasa padanya.
Sebuah kebencian yang mematikan. Sebuah ketakutan yang menekan. Siapa yang salah dalam hal ini? Dia yang menyebalkan atau saya yang ketakutan?
Lalu pada akhirnya saya hanya bisa membunuhnya dalam mimpi. Sebab tak ada cara lain yang pasti. Sebab selain bermimpi pun saya tak berani.
Terkadang saya bisa mencinta orang dengan amat dalam. Saking dalamnya sampai rasanya tak ingin berpisah tiap bertemu dengannya. Saking tak mau pisahnya sampai rasanya ingin mati saja. Saking ingin matinya sampai rasanya takut yang tersisa. Itulah yang saya rasa padanya.
Sebuah percintaan yang mematikan. Sebuat ketakutan yang menekan. Siapa yang salah dalam hal ini? Dia yang menyebalkan atau saya yang ketakutan?
Lalu pada akhirnya saya hanya bisa membunuh diri saya dalam mimpi. Sebab tak ada cara lain yang pasti. Sebab selain bermimpi pun saya tak berani.
Antara benci dan cinta sama-sama berakhir dengan mati. Bukan karena keduanya memang saling bertarikan dengan kematian, tapi karena saya memang gila dengan kematian. Gila karena takut mati. Gila karena terkadang saya ingin mati.
Dokter bilang saya punya masalah yang namanya deathphobia. Lalu kembali saya renungkan, tak ada salahnya dengan masalah kejiwaan yang saya derita ini. Sebab hampir semua orang merasakannya. Bahkan dokter saya pun tak menyangkal kalau dia pun memiliki masalah yang sama.
Cerita klasik tentang masalah klasik. Hanya orang sakit jiwa saja yang mau membacanya pun menulisnya. Itu artinya Anda dan saya sama-sama sakit jiwa!! Terimakasih untuk mengakuinya
September 1st, 2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar