Jumat, 30 September 2011

Menjadikannya Sebuah Tanya

Hari sudah menjelang sore saat bertubi-tubi hal-hal ini datang. Sebenarnya bukan masalah saya, namun saya turut merasakan. Entah empati atau saya yang sok peka. Setidaknya saya menjadi bingung karenanya. Antara satu dan lainnya semua bukan karena saya. Hanya saja karena saya selalu menjadi 'problem solver' bagi mereka maka saya pun harus turut merasakan. Ya memang demikian. Saya ada di antara-antara. Lalu pada akhirnya saya bertanya-tanya. Dan terakhir saya hanya akan bingung karenanya.

Mencoba menjadi orang baik itu jauh lebih susah dibanding menjadi jahat dan dibenci. Itu kata Simbok saya. Jadi dari kecil saya diajarkan untuk selalu menanam kebaikan agar kelak bisa memanennya. Ah, tapi kini saya ada dalam satu dilema. Ingin menolong tapi tak berdaya, dan akibatnya saya hanya jadi sosok yang tak berguna. Bukannya saya merasa tertekan olehnya, hanya saja membangun satu citra itu sungguh sulit bagi saya. Hingga nantinya saya harus memulainya dari awal mula. Dan terkutuklah saya.

Lalu kenapa saya? Sebab hanya saya yang selalu bisa dan ada. Itu kata mereka. Saya selalu berada di situasi di mana saat seseorang membutuhkan saya, maka saya ada. Dalam bahasa Jawa biasa disebut 'SELO'. sekarang kata itu bahkan biasa dijadikan hash tag dalam twitter. Sebenarnya saya tak merasa terbebani dengan hal-hal ini, saya hanya merasa terbeban saat saya tak mampu apa-apa. Tak bisa membantu bukan karena tak mau, tapi tak mampu sebab saya tak tahu lagi harus bagaimana. Bingung kan jadinya?

Maka sekarang saya tak tahu harus bagaimana. Antara tersiksa dan berusaha tak peduli. Ah, untuk yang terakhir rasanya sulit sekali. Bagaimana mungkin menjadi tak peduli pada sesuatu yang menuntut kita untuk tahu? Ya, saya mengerti. pastinya anda membaca ini dengan banyak tanya tanya. Baik setelah ini saya ceritakan duduk perkaranya. Maka baca baik-baik dan cermati!

Siang tadi seorang kawan yang sedang tertimpa musibah SMS saya. Dia butuh 10jt untuk hari ini. sebenarnya bukan hanya sekali ini dia begini. Sebelumnya dia juga butuh beberapa uang untuk membebaskan tanahnya dari lelang. Maka dia selalu menghubungi saya. Dan saya pun tak keberatan menjadi orang yang dihubunginya. Bukan karena saya selalu membantunya, sebab urusan uang adalah hal yang tak mudah bagi saya. Saya hanya tak keberatan jika dia menghubungi saya.

Kawan saya ini sebenarnya sedang terlibat banyak masalah. Bukan hanya satu atau dua, saya yakin lebih dari itu. Semuanya masalah uang. Yang dari ceritanya bukan bersumber padanya sendiri, melainkan perbuatan orang lain yang tertimpakan padanya. Begitu kiranya. Masalahnya datang bertubi-tubi, begitu ceritanya. Dan saya di sini ada untuk menjadi sosok yang dimintai tolong untuk mencari bantuan. Bukan meminta pada saya secara langsung, sebab dia pun tahu saya tak punya. Cukup sulit bagi saya. Sebab suami saya sudah mewanti-wanti agar saya tidak terlibat masalah hutang-menghutang. Ya, dia tahu pasti urusan begitu bisa mengakibatkan banyak hal merugikan sebab dia bekerja di bank bagian kredit.

Lalu saya menceritakan ini pada anda bukan karena saya mau meminjam uang untuk teman saya. Hanya bercerita agar saya sedikit lega. Tak tahu lagi saya harus bercerita pada siapa. Dilema sebab kawan saya meminta saya mencarikan pinjaman pada kawan-kawan lain. Dilema sebab suami saya tidak mengijinkan saya meminta pinjaman pada kawan-kawan saya. Dilema sebab jika saya bercerita pada kawan lainnya maka kawan saya yang lain itu akan berbicara panjang lebar tentang hal pinjam-meminjam yang dimintai kawan saya yang sedang kesusahan itu. Ah, dilema dan sayapun hanya bisa menjadikannya sebuah tanya.