Senin, 12 Desember 2011

Cerita Tentang Pernikahan Saya

Awal menikah saya sudah hamil duluan, saya mendapat banyak perlakuan tidak menyenangkan dari mertua dan ipar saya. Saat itu suami saya tidak bekerja dan terpaksa apapun saya kerjakan demi sedikit uang untuk memenuhi hidup saya. Bagi saya hal tersebut tidak terlalu berat karena dari kecil saya sudah dididik untuk ulet mencari uang. Dan usaha kecil saya yang bermodal menjual hp untuk membeli printer pun saya tekuni. Saya membuat kartu nama. Harga per box 25ribu dengan untung bersih 5rb. Bahkan dengan perut besar saya memotongi lembaran kertas agar jadi seukuran kartu nama, sementara suami saya tidur-tiduran atau main game.

Lalu saat suami saya mendapat pekerjaan dan memperoleh gajinya yang pertama, saya diberinya uang sebesar 50ribu sebulan. Hingga saya harus protes karena nilai 50rb itu terasa sangat menghina, lalu dia pun mulai memberi saya 200rb per bulan. Saya syukuri itu.

Pada hari menjelang kelahiran anak saya, dia masih memilih berangkat ke kantor dan meninggalkan saya sendirian mengerang kesakitan dengan alasan sudah ada janji dengan calon nasabah. Sepulang kerja sekitar masa setelah adzan magrib baru dia menampakkan diri. Memang dia menemani saya di ruang bersalin. Ikut andil dalam proses kelahiran saya. Namun lagi-lagi malam setelah anak saya lahir dia pulang ke rumahnya untuk mengubur ari-ari anak saya. Saya menunggu lama sekali namun dia tak juga kembali ke rumah sakit. Baru kelihatan sesaat setelah adzan subuh karena dia harus sahur di rumah. Sama seperti sebelumnya, hanya sebentar dan dia pergi bekerja. Maka lagi-lagi saya sendirian.

Saya belajar dan berjuang menyusui anak saya sendirian. Yang suami saya pedulikan bukan manfaat dari ASI, namun betapa tak perlu keluar uang kalau saya berhasil memberi anak saya ASI.

Setahun pertama kelahiran anak saya semua kegiatan anak saya yang mengurus apapun kondisi saya. Saat saya sedang sakit pun saya masih harus memandikan anak. Hingga suatu saat saya menangis karena saya merasa sangat lelah saat sakit. Saya bilang padanya untukbelajar memandikan anak karena saat saya sakit saya sangat membutuhkan bantuannya memandikan anak. Barulah dia mau belajar.

Toko online yang saya rintis saat anak saya masih 3bulanan pun membawa berkah. Perjuangan saya yang harus mengambil dagangan dan mengikatnya di jok belakang motor sementara saya menggendong anak pun terbayar. Saya benar-benar mandiri. Bahkan belanja bulanan pun saya atasi. Dari mulai membeli baju, makanan, dan perlengkapan mandipun saya yang berbelanja demi anak saya. Dia masih memberi saya 200rb per bulan. Toko online saya mulai banyak diminati. Dan saya mulai sering terjaga hingga larut malam demi mempersiapkan dagangan saya. Bahkan saat harus menimbangi teh dagangan pun sering kali saya sambi dengan menyusui anak. Ah, tapi usaha saya tak pernah dilihatnya. Dia hanya melihat keburukan-keburukan saya. Dan semua hal baik saya mendadak lebur.

Pada tahun kedua pernikahan kami, dia mendapat modal usaha dari ibu dan kakaknya. Lalu dia mulai bergelut di bidang saham. Entah bagaimana hasilnya yang saya tahu terakhir dia loss dan hanya menyisakan sedikit uang. Lalu dia mulai belajar option trading, sampai mengikuti seminar-seminar dan membeli DVD tutorialnya yang entah berapa uang yang dikeluarkan untuk itu. Dia menggunakan uang sisa dari permainan sahamnya untuk menjajal Option Trading tersebut. Awalnya saya tidak pernah setuju dengan bidang itu. Namun pendapat saya memang selalu dianggap angin lalu olehnya. Pada tahap pertama Option Trading pun dia kalah telak dan menyisakan uang raturan ribu saja.

Tadinya saya kira dia sudah kapok, namun tahun ketiga pernikahan kami pun dia mulai lagi. Kali ini dengan modal pinjaman yang seharusnya saya pakai untuk modal usaha saya dengan seorang kawan. Saya sudah lelah. Maka biarlah. Dan lagi-lagi dia kalah.

Awal tahun ketiga itu saya sudah menyampaikan ultimatum padanya. Jika di akhir tahun dia masih belum ada perubahan, maka saya akan meninggalkannya. Maka benarlah. Saya pergi. Saya menuntut cerai. Sebab saya sudah tak sanggup lagi harus bekerja keras demi suami pemalas yang bahkan tidak tahu merk bedak saya. Saya pergi meninggalkan rumahnya baik-baik dan meminta ijin pada orang tuanya.

Hingga saya mendapat kabar dari kakak saya kalau suami saya menelponnya dan mengeluh banyak hal tentang saya. Tentang saya yang tidak perduli pada anak, tentang saya yang pulang larut, tentang saya yang boros. But hey! Dia lupa kalau saya yang pada akhirnya menjadi tulang punggung. Saya pulang larut karena saya banyak bekerja. Saya Boros karena memang Cuma uang saya yang bias dibelanjakan. Lalu bagaimana? Apa salah jika saya punya impian tinggi dan tak mau berhenti stuck di titik yang sama seperti dia? Saya masih ingin banyak belajar, masih ingin banyak bermimpi. Dan dia hanya bias mengumbar kejelekan saya dengan sosok sok malaikatnya itu.

Tak hanya itu, dia pun bahkan menemui Mama saya untuk mengeluh ini-itu. Sungguh pathetic. Menjadi sosok tak bertanggung jawab dan melempar kebusukan ke orang lain. Saya malu dan menyesal pernah menikah dengannya.

Saya bahkan sudah terlalu lelah mencari uang dan uang demi membeli susu anak saya yang sudah saya sapih saat berumur 2th 3bln. Saya merasa memiliki suami malah menjadi beban saya. Maka saya memutuskan untuk bercerai. Saya memutuskan untuk bahagia.

Kisah ini saya ceritakan karena saya sudah lelah menyimpan. Sudah saya pikirkan. Dan melihat betapa dia saat ini sedang berusaha merusak reputasi saya dengan mengumbar banyak kejelekan saya di depan keluarga saya. Sesungguhnya dia lupa bahwa keluarga saya jauh lebih mengerti saya ketimbang dia.

Jumat, 30 September 2011

Menjadikannya Sebuah Tanya

Hari sudah menjelang sore saat bertubi-tubi hal-hal ini datang. Sebenarnya bukan masalah saya, namun saya turut merasakan. Entah empati atau saya yang sok peka. Setidaknya saya menjadi bingung karenanya. Antara satu dan lainnya semua bukan karena saya. Hanya saja karena saya selalu menjadi 'problem solver' bagi mereka maka saya pun harus turut merasakan. Ya memang demikian. Saya ada di antara-antara. Lalu pada akhirnya saya bertanya-tanya. Dan terakhir saya hanya akan bingung karenanya.

Mencoba menjadi orang baik itu jauh lebih susah dibanding menjadi jahat dan dibenci. Itu kata Simbok saya. Jadi dari kecil saya diajarkan untuk selalu menanam kebaikan agar kelak bisa memanennya. Ah, tapi kini saya ada dalam satu dilema. Ingin menolong tapi tak berdaya, dan akibatnya saya hanya jadi sosok yang tak berguna. Bukannya saya merasa tertekan olehnya, hanya saja membangun satu citra itu sungguh sulit bagi saya. Hingga nantinya saya harus memulainya dari awal mula. Dan terkutuklah saya.

Lalu kenapa saya? Sebab hanya saya yang selalu bisa dan ada. Itu kata mereka. Saya selalu berada di situasi di mana saat seseorang membutuhkan saya, maka saya ada. Dalam bahasa Jawa biasa disebut 'SELO'. sekarang kata itu bahkan biasa dijadikan hash tag dalam twitter. Sebenarnya saya tak merasa terbebani dengan hal-hal ini, saya hanya merasa terbeban saat saya tak mampu apa-apa. Tak bisa membantu bukan karena tak mau, tapi tak mampu sebab saya tak tahu lagi harus bagaimana. Bingung kan jadinya?

Maka sekarang saya tak tahu harus bagaimana. Antara tersiksa dan berusaha tak peduli. Ah, untuk yang terakhir rasanya sulit sekali. Bagaimana mungkin menjadi tak peduli pada sesuatu yang menuntut kita untuk tahu? Ya, saya mengerti. pastinya anda membaca ini dengan banyak tanya tanya. Baik setelah ini saya ceritakan duduk perkaranya. Maka baca baik-baik dan cermati!

Siang tadi seorang kawan yang sedang tertimpa musibah SMS saya. Dia butuh 10jt untuk hari ini. sebenarnya bukan hanya sekali ini dia begini. Sebelumnya dia juga butuh beberapa uang untuk membebaskan tanahnya dari lelang. Maka dia selalu menghubungi saya. Dan saya pun tak keberatan menjadi orang yang dihubunginya. Bukan karena saya selalu membantunya, sebab urusan uang adalah hal yang tak mudah bagi saya. Saya hanya tak keberatan jika dia menghubungi saya.

Kawan saya ini sebenarnya sedang terlibat banyak masalah. Bukan hanya satu atau dua, saya yakin lebih dari itu. Semuanya masalah uang. Yang dari ceritanya bukan bersumber padanya sendiri, melainkan perbuatan orang lain yang tertimpakan padanya. Begitu kiranya. Masalahnya datang bertubi-tubi, begitu ceritanya. Dan saya di sini ada untuk menjadi sosok yang dimintai tolong untuk mencari bantuan. Bukan meminta pada saya secara langsung, sebab dia pun tahu saya tak punya. Cukup sulit bagi saya. Sebab suami saya sudah mewanti-wanti agar saya tidak terlibat masalah hutang-menghutang. Ya, dia tahu pasti urusan begitu bisa mengakibatkan banyak hal merugikan sebab dia bekerja di bank bagian kredit.

Lalu saya menceritakan ini pada anda bukan karena saya mau meminjam uang untuk teman saya. Hanya bercerita agar saya sedikit lega. Tak tahu lagi saya harus bercerita pada siapa. Dilema sebab kawan saya meminta saya mencarikan pinjaman pada kawan-kawan lain. Dilema sebab suami saya tidak mengijinkan saya meminta pinjaman pada kawan-kawan saya. Dilema sebab jika saya bercerita pada kawan lainnya maka kawan saya yang lain itu akan berbicara panjang lebar tentang hal pinjam-meminjam yang dimintai kawan saya yang sedang kesusahan itu. Ah, dilema dan sayapun hanya bisa menjadikannya sebuah tanya.

Kamis, 15 September 2011

Untuk Putra Kecilku di Tahun ke-3

Nak, jika kau sudah bisa membaca, maka baca surat ini. Jika kau sudah mulai bisa memahami, maka cermati tiap kalimatnya. Surat ini mama tulis untukmu, agar kau tahu betapa mama mencintaimu, bahkan sedari kau masih dalam kandungan mama.



Pertama kali mama melihatmu, pukul 22.22 tanggal 15 September 2008 silam, mama langsung jatuh cinta padamu. Sesosok mungil yang sebelumnya terselubung dalam rahim, yang begitu dekat walau tak saling jumpa mata. Sesosok mungil yang geliatnya selalu menghadirkan nyeri dan bahagia sebab mama tahu kau bernyawa di dalam sana. Sesosok mungil yang tiap harinya mama doakan agar terlahir sempurna, sehat, dan rupawan baik fisik maupun jiwa. Maka mama bersyukur pada Yang Memberi Kehidupan atas terkabulnya semua doa mama.

Nak, tahun pertama kehadiranmu adalah masa penyesuaian kita. Kau yang baru di dunia dan mama yang baru menjadi seorang ibu. Kita belajar saling melekatkan. Belajar menyusui dan menyusu. Belajar mengungkapkan dan memahami ungkapan. Belajar mengagumi dan dikagumi. Belajar segala hal dari satu sama lain. Sebab sebelumnya kita satu dan terpisah ketika waktu sudah tiba, lalu kita saling bergantung di dunia.

Nak, mama selalu merasa tanpamu mama tak kan lengkap, dan mama tahu kaupun begitu. Mama membantumu untuk hidup dan kau membantu mama untuk bertahan. Kita saling bergantung. Bukan semata kau yang membutuhkan, tapi mama jauh lebih membutuhkanmu.

Saat kau memeluk mama demi perlindungan, sesungguhnya mama-lah yang terlindung olehmu. Saat kau mencium mama demi rasa sayang, sesungguhnya mama-lah yang mengharapkan rasa sayang darimu. Sebab apapun yang berasal darimu adalah ketulusan. Kau masih sangat bersih dari prasangka. Kau suci dari dosa. itulah yang memberi mama kenyamanan dan kehangatan.

2 tahun 3 bulan yang kau lewati dengan menyusu adalah hal terindah dalam hidup mama. Bukan semata karena kau membutuhkan air susu untuk hidup, tapi mama membutuhkanmu sebagai penyambung hidup mama. Dari tiap tetes ASI yang kau teguk mama selalu berharap banyak padamu. Egois ya, nak. Tapi memang demikian hidup. Mama mencintaimu dengan banyak syarat.

Kehadiranmu 3 tahun ini memberi banyak ilmu pada mama. Tentang memahami bahasamu, memahami tingkah lakumu, bahkan memahami rasa sakitmu. Kita tercipta untuk saling. Dan 3 tahun ini memberi senyuman bahagia, tangis sedih, amarah, penderitaan, semua terangkum bersama dalam ikatan kita. Dan mama mencintaimu karena banyak hal, mencintaimu walau banyak hal, juga mencintaimu demi banyak hal.

Nantinya saat kau memahami ini, mama harap kau bisa turut mengerti. Amarah mama selama ini bukan karena benci, terlebih karena mama sayang. Mama memang tidak memanjakanmu dengan kenyamanan dan limpahan materi. Mungkin sekarang kau belum bisa mengerti, suatu saat kau pahami bahwa cinta yang demikian akan membantumu menjadi sosok mandiri. Agar nantinya jika mama sudah undur diri, kau tak perlu merasa tergantung lagi, kau tak perlu merasa sepi sendiri, sebab kau terdidik untuk mandiri. Itu jauh lebih berarti.

Nantinya saat kau mengerti ini, mama harap kau bisa turut memahami. Cara mama mencintaimu sungguh penuh arti. Bukan sekarang untuk mengerti nak, tapi besok saat kau sudah cukup dewasa. Saat kau menjadi orang tua, barulah kau akan mengerti dan memahami. Cinta ada bermacam arti. Cinta memiliki berbagai cara deskripsi. Dan saat itu kau akan tahu, menjadi orang tua tak pernah mudah. Kau akan mengerti, menjadi orang tua adalah pelajaran bersama sebagai satu tim. Dan kita adalah tim.

Untuk saat ini, mari kita terus belajar satu sama lain. Belajar saling dan saling belajar. Lalu nantinya di hari kelulusanmu giliran kau yang akan belajar dari anak-anakmu. Itu nanti, sebab jalanmu masih panjang, nak. Satu hal yang harus selalu kau ingat, jangan pernah lupa bagaimana menjadi anak, itu cukup membantumu belajar menjadi orang tua.

Terima Kasih anakku,

Mama yang selalu bangga!

Rabu, 07 September 2011

Jatuh Padamu

Terlalu banyak ide untuk menuliskanmu.. Seandainya aku punya banyak waktu, atau setidaknya aku bisa menghentikan waktu, maka dari situ aku akan menulis tentangmu, terus menulismu hingga malam berikutnya berlalu.. Walau aku tak tahu kapan malam itu hadir menjemputku.. Sebab waktu terhenti di situ, hanya kau yang tahu, sebab kau yang menjadi kisahku..


Sayangku, mari memelukku.. Agar waktu sedikit berbaik hati padaku.. Melebarkan kesabaranku.. Menjeda helaan napasku.. Dan aku bisa sedikit berpangku.. Padamu.. Pada waktu.. Pada cerita yang kutulis demimu..


Sayangku, mari mencumbuku.. Agar lupaku hadir besertamu.. Membawaku pada diri yang baru.. Menciptakan tokohku menjadi baru.. Dan aku bisa berpesan palsu.. Padamu.. Pada waktu.. Pada cerita yang kutulis demimu..


Sayangku, mari bercinta denganku.. Agar lebur jadi satu.. Menyekaku dari peluh keibuanku.. Mendesahkan aroma nafsu.. Dan aku orgasme karenamu.. Padamu.. Pada waktu.. Pada cerita yang kutulis demimu..


Maka akupun gila.. Tergila-gila pada tokoh yang maya.. Jatuh tersungkur menjadi lupa.. Sang pencipta yang memuja ciptanya..




Powered by Telkomsel BlackBerry®

Senin, 05 September 2011

Tentangmu Hari Itu

Sudah kusimpan rapi di album waktu..
Bahwa kau pernah ada dan mewarnai hariku..
Dengan warna-warna indah dan kelabu..
Yang awalnya selalu kuingkari sosokmu..
Bahwa pernah kuhapus dari masa lalu..
Hingga cukup dewasa bagiku untuk mengakuimu..
That you were there too..

Seperti katamu dulu..
Ada waktu di mana nantinya kisahmu membuatku tersenyum haru..
Sebab denganmu aku pernah bahagia, murka, dan menangis tersedu..
Menjadikanmu penting di masa dulu..
Ketika kita masih menjadi manusia-manusia tanpa ragu..
Hingga cukup dewasa bagiku untuk mencampakkanmu..
Then you were hurt too..

Dan tentangmu di hari itu..
Mencintaimu bukan hal palsu..
Hingga cukup dewasa bagiku untuk berhenti mencintaimu..
And we were blue..



Powered by Telkomsel BlackBerry®

Sabtu, 03 September 2011

Cinta itu...

Definisi cinta itu sebenarnya hanya bisa kita deskripsikan masing-masing. Saya mendeskripsikan cinta sebagai satu hubungan yang berikatan yang membentuk satu jaringan pada dasar hati juga melewati logika dan nalar. Maka saya menyimpulkan bahwa cinta tak bersyarat itu hanya antara manusia dengan Tuhan.

Lalu bagi sesama manusia yang terjalin adalah cinta bersyarat. Mengapa? Sebab dari cinta yang terjalin di antara manusia selalu terdapat balas dan saling membalas. Seperti cinta saya pada suami saya. Mencintaimu selama kau bisa membahagiakanku. Mencintaimu selama kau mencintaiku. Pada anak saya: mencintaimu agar kau pun mencintai saya dan menyadari keberadaan seorang ibu bagi kehidupanmu. Mencintaimu dan membesarkanmu dengan penuh kasih, agar nantinya saat ibu renta kau mendapat giliran untuk menjaga ibu.

Bagi saya. Entah bagi anda bagaimana. Mungkin sebagian dari anda akan berkata: 'Cinta sesama manusia pun tanpa syarat. Seperti cinta seorang wanita yang disia-siakan oleh suaminya namun tiap hari selalu berdoa demi kebaikan suaminya.' Maka jawaban saya: itu lebih pada cinta si istri pada Tuhan. Cukup besar cintanya pada Tuhan hingga dia berkorban demi makhluk ciptaan-Nya yang sedang tersesat.

Bagi saya. Entah bagi anda bagaimana. Sebagian dari anda akan mengaggung-agungkan cinta seorang ibu pada anaknya sebagai cinta tak bersyarat. Namun bagi saya, cinta seorang ibu selalu bersyarat. Saya mengandung dan melahirkan anak saya demi melengkapi ibadah saya pada Tuhan. Mengabdikan diri menjadi seorang ibu yang menyusui dan mengurus semua kebutuhan anak saya demi ibadah saya pada Tuhan. Dengan cinta yang saya berikan pada anak saya, maka sayapun berharap melalui anak saya nanti doa-doanya akan terpanjat, doa-doanya untuk saya akan didengar oleh Tuhan. Itulah cinta bersyarat saya.

Bagi saya. Entah bagi anda bagaimana.

Loving you

Mencintaimu bukan hanya tentang kesempurnaan. Banyak yang tak sempurna tentangmu dan saya mencintai itu. Banyak yang melukai saya dan saya mencintai itu. Namun cinta yang saya berikan tak pernah sempurna. Sama sepertimu, saya pun tak sempurna.

Maka dengan mencintaimu, saya belajar menjadi tak sempurna. Belajar mencintai ketidak-sempurnaan saya. Belajar menjadi 'nrimo' atas keterbatasan saya. Saya mencintaimu dalam belajar. Saya mencintaimu dalam keterbatasan. Dan saya pun mencintaimu dengan berbagai persyaratan.

Cinta bagi saya bukan berarti berbunga-bunga dan berdebar-debar tiap kali saling rindu. Jaman kita sudah lalu untuk hal semacam itu. Sebab saya mencintaimu dalam sosok bernyawa yang kian hari, kian membentuk menjadi manusia kecil dengan sifat-sifatnya yang baru.

Melihat betapa hidu di sekitar kita mulai tak lagi bisa membuat saya bersabar, saya hanya bisa berkata: Saya lelah. Bukan lelah karena mencintaimu. Saya lelah karena saya mulai tak lagi bisa bersabar menerima ketidak-sempurnaan ini. Saya sudah cukup berusaha bersamamu. Saya sudah cukup mencoba berbahagia denganmu. Namun tak seperti usaha-usaha saya. Kehidupan di sekitar kita tak mau tahu itu. Kaupun mengerti. Hanya saja kau tak berusaha untuk membentuk sesuatu yang baru bagi kita. Kau hanya meng-iya-kan dan meminta maaf.

Saya mulai berpikir panjang. Terlalu panjang bahkan saya pun lelah untuk berpikir. Saya melihat banyak hal di depan saya. Membuat opsi-opsi hidup saya. Jika dan jika, bila dan bila. Semua saya pikirkan. Sebab kau tau saya orang yang sangat teliti. Untuk hal-hal kecil pun saya sangat teliti. Saya ingin pergi. Bukan meninggalkanmu sebab saya sangat mencintaimu. Saya pergi demi saya sendiri. Saya pergi demi keegoisan saya. Dan kamu tahu saya berhak untuk itu. Dan kau hanya diam lalu mengangguk.

Maka sayangku, demimu dan demi cinta kita, saya pun memberimu waktu. Sampai akhir sebelum tahun berganti angka. Bawa saya pergi dan bersama kita menentukan cerita selanjutnya. Atau saya akan pergi meninggalkanmu demi cerita yang akan saya tentukan sendiri.

Hidup bagi saya tak pernah mudah. Mencoba bahagia pun selalu membawa masalah. Kini kau pun tahu ada saat di mana saya mulai sangat lelah. Mencintaimu yang tak selalu indah. Dan menentukan hidup saya yang akan menjadi satu kisah.

Mencintaimu tak membuat saya mampu berkorban. Dan maafkan.

Rabu, 02 Maret 2011

Kemarin Sore


Kemarin sore, saya mengucapkan kata pertama padanya… walau hanya begitu, namun saya sangat bahagia. Saat saling berbicara, rasanya saya sedang melayang-layang di udara. Saat saling berbicara, rasanya seluruh tubuh saya bergetar tak terhingga. Walau hanya begitu, namun saya sangat bahagia. Sebab saya mencintainya... sebab saya juga memujanya... dan sebab dia tak tahu apa-apa tentang rasa hati saya.
Kemarin sore, adalah sore terindah dalam hidup saya... walau hanya sedikit bercakap-cakap, namun saya sangat senang. Saat saya menatap matanya yang dingin. Saat saya mendengar suaranya yang maskulin. Walau hanya sedikit bercakap-cakap, namun saya sangat senang. Sebab saya menyukainya... sebab saya juga mengaguminya... dan sebab dia tak tahu apa-apa tentang gejolak hati saya.
Kemarin sore, seandainya saya bisa mengulanginya lagi... saya ingin menghabiskan tigapuluh detik itu dengan sangat cermat. Bukan hanya bertanya tentang hal-hal yang tidak penting. Namun saya akan mengungkapkan kegalauan hati saya karenanya. Walau hanya tigapuluh detik, namun saya sangat gembira. Sebab saya menyayanginya... sebab saya juga mengimpikannya... dan sebab dia tak tahu apa-apa tentang isi hati saya.
Kemarin sore, seandainya saya bisa meminta sang waktu untuk berhenti sejenak... saya ingin mengenalinya lebih dalam lagi. Menikmati saat-saat yang terhenti itu dengan baik. Merekamnya dalam memori saya. Lalu saya juga akan mengungkapkan betapa hati saya telah tercuri olehnya. Walau hanya sejenak, namun saya sangat mensyukurinya. Sebab saya mengkasihinya... sebab saya juga menginginkannya... dan sebab dia tak tahu apa-apa tentang andai-andai saya.
Kemarin sore, adalah sore terindah dalam hidup saya... sebab saya bisa bercakap-cakap dengannya selama tigapuluh detik untuk pertamakalinya. Dan sore itu tak akan pernah saya lupakan, sebab kemarin sore adalah sore termegah dalam kisah kasih saya.


(Jogja, 28 Oktober 2005)

Untuk Kekasihku di Masa Depan


Saat ini kita belum berjumpa untuk kali pertama
Darimu kuminta kesediaan hati untuk mencinta
Sebuah cinta yang tak sederhana dan tak biasa
Bukan cinta tanpa syarat dan tanpa raga
Aku mau kau mencintaiku dengan kemewahanku
Mencintaiku dengan keegoisanku
Mencintaiku dengan amarahku
Mencintaiku dengan nafsuku
Cinta yang akan kita bina nanti adalah cinta yang tak sempurna
Cinta yang penuh dengan luka
Cinta yang bukan pengorbanan semata
Namun dengan semua itu kita kan tahu bagaimana menjadi bahagia
Cinta yang tak ada dalam dongeng
Cinta dalam waktu berselang
Cinta dalam ikatan yang tak lekang
Sebab kita telah sepasang
Untuk kekasihku di masa depan
Bila tlah sampai waktu kita berjumpa
Maka kau telah siap penuhi syaratku semua
Yang kan kubalas dengan rasa setia tiada tara
Dengan begitu kita kan bahagia




17 November 2007

Sajak Untuk Pujaanku

Aku adalah sang pemuja…
Yang setiap kalinya selalu melihatmu duduk di sudut sana…
Melihatmu tertawa…
Bercengkrama…
Setiap waktu selalu memperhatikanmu
Membawangkanmu datang dan menghampiriku…
Lalu tersenyum padaku…
Setelah itu kau akan duduk di sampingku
Sementara kau bercerita tentang hari-harimu
Kau pun menanyakan kabarku
Dan aku pun mulai berbicara tentang kisahku yang lalu
Tetapi, setiap waktu aku pun tersadar juga
Bahwa semua itu hanya cerita yang kukhayalkan tiap harinya
Entah kau tahu atau kau mengira-ngira
Setidaknya aku adalah nyata
Lalu suatu waktu di sudut bangku itu
Aku kembali memperhatikanmu
Hingga semua berlalu
Dan yang tersisa hanyalah sang waktu, aku, dan bayangmu

Ketika saya membayangkan sang malam…


Hati saya berdendang senang…
Jiwa saya terbang melayang …
Perasaan saya terbebas dari kelam…
Benak saya terlepas dari suram…

Ketika saya membayangkan sang malam...

Sebuah mimpi menjadi nyata...
Sebuah kenangan tak lagi maya...
Sebuah harapan tak sekedar hasrat...
Sebab sang malam telah membuat saya terpikat...

Ketika saya membayangkan sang malam…

Dunia menjadi indah gemilang…
Langit gelap penuh dengan bintang…
Saya merasakan cinta penuh membahana…
Saya merasakan dendang bahagia…

Hari Ini


Hari ini kulewati seribu waktu menumpu...
Hari ini kujajaki sejuta hati melayu...
Diam! Biar kulagukan sebaris pujian
Tenang! Biar kualunkan merdu nyanyian

Hari ini kudapati sebilah cinta merayu...
Hari ini kulalui searah jalan menunggu
Berhenti! Biar kuamati tabur bintang di awan kelabu
Resapi! Biar kudengarkan syair cinta syahdu

Nanti dan dinanti...kan kutemui
Tunggu dan ditunggu kan kujalani
Hidup bersama mimpi nan merayapi
Hidup bersama cinta tak terdaki
Dan ku jatuh cinta pada hari ini...

Juwitaku Sendiri


Tertawalah selagi kau bisa…
menangislah selagi kau mampu…
sebab setelah kau lewati masa sendirimu, kan kuikat kau dengan tali kasihku…
kan kujadikan kau bonekaku…
hingga tak ada lagi aku, kau, dia.
Hanya kita dan kami.
Melangkahlah selagi kau kuat…
 menarilah selagi kau bergairah…
sebab setelah kau lewati masa sendirimu, kan kuborgol kau dengan rantai emasku…
kan kujadikan kau pajanganku…
hingga kita hanya ada kita.
Dalam satu yang satu.
Juwitaku sendiri berlari dengan langkah manisnya…
menerjang hujan di musim kemarau…
mengejar kekasihmu yang aku.
Betapa cintamu membuatku tak lagi rela melepasmu.

Juwitaku percayalah, bahwa tanpamu aku tak mampu terbang…
Sebab kaulah sayapku, kaulah kekuatanku…
Bahwa tanpamu aku tak mampu berlayar…
Sebab kaulah perahuku, kaulah anginku…
Maka Juwitaku sendiri…
Menanti kekasihmu yang aku…
Agar kita satu dalam satu…
Agar kita mampu terbang dan berlayar…
Dalam satu waktu, dalam kita.






Mandala 1 Jogja, 17 November 2007

Dalam Mimpi Itu Saya Berlari

            Semalam saya mimpi buruk sekali… mimpi itu membuat saya berlari jauh-jauh karena ingin bersembunyi. Mimpi buruk yang terasa amat nyata. Atau memang semua itu bukan hanya mimpi belaka?
Tapi, hingga saya bangun tadi pagi, saya tak ingat lagi apa yang membuat saya berlari. Walau perasaan takut masih menghinggapi saya hingga kini. Perasaan was-was masih menyelimuti saya sampai sekarang. Perasaan aneh karena saya memang tak bisa mengerti mengapa.
            Ketika harus bekerja pun saya masih memikirkan dan berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi dalam mimpi saya itu. Namun, tak juga ketemu. Tak juga terpecahkan. Bisa-bisa saya gila hanya karena penasaran berlebih pada mimpi buruk yang terlupa ketika bangun dari lelap.
            Bahkan saat malam kembali datang, saya masih berharap untuk bisa meneruskan isi mimpi saya itu. Seandainya saja saya tahu sebabnya, pastinya akan lebih mudah bagi saya untuk mempersiapkan diri sebelum tidur dan bertemu dengan sang mimpi.
            Sangat menyiksa. Saya hanya ingin tahu saja.



29 April 2009

Hanya Sebuah Prosa

               Terkadang aku ingin seperti air yang tenang dan mengalir anggun. Namun terkadang pula aku ingin seperti burung-burung gereja yang terbang kian kemari kemudian hinggap sesuka hati. Lalu kusadari lagi bahwa aku ini hanya manusia. Aku hanya bisa merangkak, berjalan, dan berlari. Sebab aku tidak bisa terbang. Aku tidak memiliki sayap yang bisa membawaku melayang lenyap dalam senyap. Aku hanya seorang perempuan yang pernah memiliki masa kecil yang menyedihkan. Aku hanya perempuan dengan sejuta angan tanpa pernah bisa menggapainya semua. Dan aku hanya perempuan yang selalu mengingat-ingat masa kelamnya.
 
Terkadang aku ingin berjalan jauh tanpa henti hingga akhirnya kakiku tak mampu lagi melangkah. Aku ingin berlari dari semua kenangan buruk yang membuatku terpuruk. Namun kusadari bahwa aku hanya manusia yang memiliki kesempatan memperbaiki semuanya tanpa pernah berhasil memperbaikinya. Aku hanya perempuan yang harus menjadi yang tertegar hingga aku sendiri lupa pada wujud asliku. Dan aku hanya perempuan yang terjebak di antara banyak pilihan hidupku.

Bila nantinya aku memilih satu jalan, maka aku akan bertemu dengan percabangan jalan yang lain. Namun bila aku tetap berhenti maka aku hanya akan mengering dan mati sia-sia. Aku hanya perempuan yang harus melangkah ke arah yang tak kuketahui akhirnya. Sebab begitulah manusia. Dan aku adalah salah satunya.

Suatu waktu pernah kucoba untuk mengakhirinya saja, lalu aku berpikir untuk bunuh diri dan mati tiba-tiba. Tapi bila begitu maka aku tak ubahnya seperti sosok yang tak berarti sama sekali. Tak mampu menghadapi hidupku dan hanya bisa mati mengakhiri sesuatu yang belum lagi dimulai. Bila begitu maka aku tak ubahnya seperti seorang pengecut.

Hingga akhirnya aku memilih satu jalan yang bagiku adalah jalan terbaik. Aku melangkah setapak demi setapak, sambil sesekali memperhatikan petunjuk atau arah jalan yang kutuju. Bila nantinya aku menemui kesalahan, maka itu akan jadi sesuatu yang sangat wajar. Sebab semua manusia selalu melakukan kesalahan. Setiap manusia selalu memiliki kebodohan. Dan setiap manusia selalu melakukan penyesalan.

Memang jalan yang kutuju masih jauh sekali berakhir. Namun setidaknya aku telah berani mencoba dan berani meninggalkan kepengecutanku. Walau pun aku tak tahu kemana arahnya, walaupun aku juga tak tahu kapankah berakhirnya.



Saturday, July 30, 2005

Rayuan Rindu…

 
Wahai lelakiku...Aku selalu menantimu...Hadir di setiap mimpiku...
Wahai lelakiku...
Aku selalu menunggumu...Berbisik lembut dalam kalbuku...
Sebab aku sangat menginginkanmu,
Menemaniku melalui perputaran sang waktu...Mengharapkanmu,Merengkuhku dalam dekap pelukmu...
Aku akan selalu mengagumi sosokmu
Dan keanggunanmu saat memetik dawai emasmu...Aku akan selalu mengagumi auramuDan keindahamu di atas panggung megahmu...
Hingga sang dewa asmara mengabulkan inginku...
Hingga sang bayu berhembus membisikkan kata rindu...Hingga nanti saat kau tak hanya berlalu di depanku...Hingga nanti saat kau mengenali sosokku...
Aku akan selalu merindu bersama belai lembut sang bayu...
 
Saturday, July 30, 2005

SAYA PEREMPUAN, BUKAN BERARTI SAYA PERAWAN!

 

              Saya tidak pernah merasa harus mempertahankan keperawanan. Walau begitu bukan berarti saya adalah seorang wanita gampangan. Saya hanya merasa tidak wajib untuk menyimpan keperawanan. Sebab yang nantinya ada pada diri saya hanyalah kepalsuan. Seperti halnya wanita lain, saya pun juga pemuja keindahan. Bukan berarti saya harus memuja keutuhan dari selaput dara yang bagi para lelaki adalah harta terpandam. Saya tidak peduli dengan apa kata orang-orang. Yang saya pedulikan adalah ketidakmunafikan. Saya berkata dari dalam hati, bukan sekedar ucapan dari mulut semata. Sebab saya ingin jujur. Terutama pada diri saya sendiri.

            Saya perempuan, bukan berarti saya perawan. Entah dari segi mana keperawnan dinilai, setidaknya bagi saya selaput dara tak ubahnya seperti segel. Yang artinya bila barang itu milik saya, maka hak sayalah untuk memutuskan kapan akan membukanya. Dalam hal ini saya tidak bermaksud merendahkan diri saya sendiri atau kaum perempuan. Ini hanya pendapat saya.

            Kadang kala timbul dalam benak saya untuk bertanya, mengapa hanya perempuan yang memiliki selaput dara? Dan mengapa wajib bagi perempuan untuk mempertahankan keperawanannya? Buat apa perempuan harus mempertahankannya untuk lelaki yang akan dinikahinya, padahal belum tentu lelaki itu masih perjaka.

            Bodohnya kaum perempuan, karena tidak bisa membedakan lelaki yang masih perjaka atau yang sudah tidak lagi. Di sini saya mencaci kaum saya sendiri karena saya pun merasa bodoh. Bukannya seharusnya antara perempuan dan laki-laki seimbang? Seperti yang selalu digembar-gemborkan dalam televisi atau media cetak atau demonstrasi tentang hak asasi wanita. Sudah adil memang bila Tuhan menciptakan perempuan dengan vagina dan laki-laki dengan penis. Sudah adil bila Tuhan menciptakan perempuan dengan buah dada dan laki-laki dengan buah zakar. Namun tidak adil bila Tuhan hanya menciptakan selaput dara pada perempuan saja. Nah, sekarang yang ada saya malah menentang Tuhan. Maaf, Tuhan. Bukan maksud saya begitu, tapi setidaknya ini hanya unkapan saya saja. Bukankah saya berhak mengungkapkan apa yang ingin saya sampaikan?

            Kembali pada perkara keperawanan tadi. Kalau perawan berarti emas, lalu bagaimana dengan keperjakaan yang kasat mata itu? Sebab pada kasus-kasus lama selalu istri yang ketahuan sudah tidak perawan lagi yang akan dilecehkan. Lantas bagaimana para istri tahu kalau suaminya sudah tidak perjaka?

Bagi saya keperawanan hanya simbol dan itu tidak mutlak. Mungkin karena budaya yang menjunjung tinggi keperawananlah yang membuatnya terlihat begitu sakral dan suci. Bukankah seharusnya yang dilihat itu hati dan jiwanya. Sebab yang sering saya dengar begitu. Lihatlah perempuan bukan dari fisiknya, namun dari kecantikan dalamnya atau yang tren disebut inner beauty. Sekali lagi saya bertanya, bukankah selaput dara itu termasuk fisik karena bisa diraba?

            Entah kenapa dari tadi saya hanya menyatakan ketidakadilan melulu. Mungkin karena saya terlalu penasaran dengan jawaban-jawaban yang juga kasat mata seperti keperjakaan. Atau saya terlalu perfeksionis membela kaum perempuan? Sampai saat ini saya masih tidak mengerti.

            Saya perempuan, bukan berarti saya perawan. Namun bukan berarti saya perempuan gampangan. Keperawanan saya hanya saya berikan pada laki-laki yang benar-benar saya cintai dan saya percayai. Bila cinta saya mengusang, toh itu bukan halangan. Sebab samapai saat ini saya hanya bersenggama dengan satu laki-laki saja. dan itu kejujuran saya pada diri saya sendiri. Itu bukan suatu kemunafikan.


Sunday, July 31, 2005

Saya Ingin Membunuhnya dalam Mimpi

Attacust
Terkadang saya bisa membenci orang dengan amat dalam. Saking dalamnya sampai rasanya ingin muntah tiap bertemu dengannya. Saking ingin muntahnya sampai rasanya ingin mematikannya seketika. Saking ingin mematikannya sampai rasanya takut yang tersisa. Itulah yang saya rasa padanya.

Sebuah kebencian yang mematikan. Sebuah ketakutan yang menekan. Siapa yang salah dalam hal ini? Dia yang menyebalkan atau saya yang ketakutan?

Lalu pada akhirnya saya hanya bisa membunuhnya dalam mimpi. Sebab tak ada cara lain yang pasti. Sebab selain bermimpi pun saya tak berani.

Terkadang saya bisa mencinta orang dengan amat dalam. Saking dalamnya sampai rasanya tak ingin berpisah tiap bertemu dengannya. Saking tak mau pisahnya sampai rasanya ingin mati saja. Saking ingin matinya sampai rasanya takut yang tersisa. Itulah yang saya rasa padanya.

Sebuah percintaan yang mematikan. Sebuat ketakutan yang menekan. Siapa yang salah dalam hal ini? Dia yang menyebalkan atau saya yang ketakutan?

Lalu pada akhirnya saya hanya bisa membunuh diri saya dalam mimpi. Sebab tak ada cara lain yang pasti. Sebab selain bermimpi pun saya tak berani.

Antara benci dan cinta sama-sama berakhir dengan mati. Bukan karena keduanya memang saling bertarikan dengan kematian, tapi karena saya memang gila dengan kematian. Gila karena takut mati. Gila karena terkadang saya ingin mati.

Dokter bilang saya punya masalah yang namanya deathphobia. Lalu kembali saya renungkan, tak ada salahnya dengan masalah kejiwaan yang saya derita ini. Sebab hampir semua orang merasakannya. Bahkan dokter saya pun tak menyangkal kalau dia pun memiliki masalah yang sama.

Cerita klasik tentang masalah klasik. Hanya orang sakit jiwa saja yang mau membacanya pun menulisnya. Itu artinya Anda dan saya sama-sama sakit jiwa!! Terimakasih untuk mengakuinya


September 1st, 2007

Aroma sang Malam

 

Selalu saya rasakan harum dan memabukkannya aroma sang malam merasuki…bahkan di tengah-tengah tidur saya pun semerbak itu datang menghantui, datang memenuhi tiap sela dalam ingatan diri ini…

Selalu saya cari aroma yang sama dalam kehangatan hari…bahkan di antara berjuta sosok berhamburan yang mengering dalam tumpukan daun dan tanah pun tak saya temui, dalam genangan darah tiap kematian pun tak saya dapati…

Hingga pada akhirnya saya mulai menjadikannya sebagai candu jiwa… saya mabuk olehnya… saya terlena… kemudian saya menggila karenanya…

Aroma sang malam yang jantan dan perkasa… aroma yang memberi sebersit kelembutan pada sisi jiwa saya… aroma yang juga menyatukan sel-sel tubuh saya dan membuat saya terbangun dalam tiap mimpi untuk menikmati indah hembusnya…

Aroma itulah yang membangunkan keegoisan saya… menarik sisi liar saya untuk terus memujanya… dan saya pun jatuh terluka karenanya…

Hingga pada akhirnya saya mulai menjadikannya sebagai racun… saya tersiksa olehnya… saya terluka… kemudian saya mati karenanya…

Bagai sebuah anugerah yang membawa musibah… begitulah aroma sang malam membuat saya bertulah… Dan yang tersisa dari saya hanya sosok yang membuat jengah… begitulah aroma sang malam membuat saya bagai sampah… Dan akhirnya jiwa saya pun memusnah… sudah…


December 17th, 2006

Biarkan Saya Menikmati Kepengecutan Saya

Tuhan…biarkan saya tersenyum saat melihat tawanya…atau biarkan saya tersipu saat mendengar suaranya…setidaknya walau hanya begitu, saya sudah merasa bahagia…

karena kemarin dia memberikan saya tawa dari kejauhan…dia mengingat nama saya walau sejak lama saya tak berani menyapanya…dia memberi saya debaran dalam dada…

Tuhan…biarkan saya menikmati jatuh cinta padanya…atau biarkan saya sekedar jadi pengagumnya saja…setidaknya walau hanya begitu, saya sudah merasa lega…

karena tiap kali saya membayangkan wajahnya, saya terlena dan tak kuasa menahannya…tiap kali saya memimpikan kebersamaan dengannya, saya terluka karena kepengecutan saya…seandainya saya memiliki keberanian untuk mencintainya…

Tuhan…biarkan saya mengagumi ketampanan sosoknya…atau biarkan saya sekedar bersyukur karna Kau menciptakannya…setidaknya walau hanya begitu, saya sudah merasa gembira…

karena kehadirannya bagai setitik khayalan dari nirwana…hingga membuat saya tak berarti di depannya…namun saya tak mampu mengenyahkan bayangannya dari benak saya…
untuk itu, Tuhan…biarkan saya menjadi benalu atas keberadaannya…sebab hanya dengan melihatnya saja saya sudah bahagia…

Tuhan…biarkan saya menikmati kepengecutan saya…

 

August 11th, 2006

Sepertinya sebentar lagi saya mati…

Kacung saya suka sekali bercerita…ceritanya macam-macam…dari yang lucu sampai yang nestapa…membikin saya ketawa bahkan menangis tersedu…Kacung saya memang agak gila…

Kacung saya suka sekali bercanda…candanya macam-macam…dari soal politik sampai agama…membikin saya pusing dan prihatin…Kacung saya sudah mulai sedikit lebih dari sekedar agak gila…

Suatu waktu kacung saya tertawa tanpa alasan…tertawa terbahak-bahak sampai meneteskan air mata…saya jadi kuatir dibuatnya…Sepertinya kacung saya semakin menggila saja…

Suatu waktu kemudian, kacung saya menangis tanpa alasan…menangis tersedu-sedu sampai napasnya tersengal-sengal…saya makin kuatir padanya…Sepertinya kacung saya sudah benar-benar gila…

Pagi ini saya mengajak kacung saya berbicara dari hati ke hati…saya harap dia mau berhenti gila lalu kembali normal seperti biasa…tapi pada akhirnya dia malah menangis-nangis di depan saya…kali ini saya takut dibuatnya…kacung saya makin parah gilanya…

Hingga akhirnya saya jadi makin takut dan kalut…lalu mendadak terbersit ide gila di benak saya…harus saya lakukan demi kebaikan kacung saya yang tiap harinya makin bertambah parah gilanya…


 ***************************

Majikan saya suka sekali bercerita…ceritanya macam-macam…dari yang lucu sampai yang nestapa…membikin saya ketawa bahkan menangis tersedu…Majikan saya memang agak gila…

Majikan saya suka sekali bercanda…candanya macam-macam…dari soal harga sayuran sampai pajak penghasilan…membikin saya pusing dan prihatin…Majikan saya sudah mulai sedikit lebih dari sekedar agak gila…

Suatu waktu majikan saya tertawa tanpa alasan…tertawa terbahak-bahak sampai meneteskan air mata…saya jadi kuatir dibuatnya…Sepertinya majikan saya semakin menggila saja…

Suatu waktu kemudian, majikan saya menangis tanpa alasan…menangis tersedu-sedu sampai napasnya tersengal-sengal…saya makin kuatir padanya…Sepertinya majikan saya sudah benar-benar gila…

Pagi ini majikan saya mengajak  berbicara dari hati ke hati…saya harap dia ingin menghentikan kegilaannya lalu kembali normal seperti biasa…tapi pada akhirnya dia malah berteriak-teriak memaki saya…kali ini saya takut dibuatnya…majikan saya makin parah gilanya…

Majikan saya suka sekali berteriak-teriak…teriakannya macam-macam…dari geraman hingga caci-maki…membikin saya tertekan hingga merasa ngeri…

Hingga akhirnya saya jadi makin takut dan kalut…sudah saya coba banyak hal agar majikan saya senang…tapi mendadak kegilaan majikan saya makin bertambah parah…Majikan saya kini tak hanya berteriak atau memaki…

Majikan saya suka sekali memukuli saya…alat pukulnya macam-macam…dari sapu sampai kursi…membikin saya memar hingga patah tulang…Majikan saya seperti setan…

Majikan saya suka sekali menyiksa saya…siksaannya macam-macam…dari guyuran air panas hingga pisau dapur yang kini bersarang di perut saya…Majikan saya seperti setan gila yang hilang kendali…sepertinya sebentar lagi saya akan mati…dan semua akan terhenti sampai di sini…

June 13th, 2006

Bagimu Perempuanku…

      Bagimu perempuanku… kan kuberikan cinta dan seluruh hidupku… kan kupersembahkan keindahan pada sinar auramu… sebab tanpamu aku hanya seonggok bebatuan semu… tanpamu aku hanya secuil dedaunan layu…
      Bagimu perempuanku… kan kusematkan bulan dalam kilau matamu… kan kutebarkan bintang pada lembut senyummu… sebab tanpamu aku mati kaku… tanpamu aku terbelenggu bisu…
     Bagimu perempuanku… kan kulewati seribu waktu menumpu… kan kujalani dinginnya malam membeku… sebab denganmu aku mampu menyempurnakan jiwaku… denganmu aku mampu melengkapi rinduku…
      Bagimu perempuanku… cumbu aku bersama syahdumu…


January 15th, 2006

Sajak Untuk Sang Malam

 


Aku terhempas lepas diantara tumpukan lembut salju-salju putih,
saat lembut sapuan jemarimu tak ada lagi di sampingku. 
Lalu aku tersadar diantara dinginnya sang malam yang makin jauh bersama pekatnya.
Aku ternggelam bersama badai waktu yang mengganas menebas peluh-peluhku yang kian deras.
Aku terjatuh jauh… saat sang malam kian menghilang.
Satu diantara detik yang berjalan makin cepat menebarkan duri-duri panas berapi yang perih menggores ujung-ujung kulitku dan aku terluka bersama deritaku.



January 2nd, 2006

SEBUAH PERCINTAAN

 


            Suatu waktu ketika langit mendung kelabu… malam mengaku dengan seribu ragu yang bertumpu… malam terpaku oleh berjuta bintang-bintang layu… malam begitu sayu… malam begitu pilu…

            Malam telah mengakhiri percintaannya dengan sang siang… percintaan yang telah mereka jalin dengan benang panjang… pencintaan yang pada akhirnya hanya tinggal sebuah kenang… percintaan antara sang malam dan sang siang…

            Syahdan ketika semua seharusnya terlihat indah… sang siang malah menengadah mengagumi sosok yang lebih mewah… sang siang terpesona oleh aura senja yang terlihat amat megah… lalu yang tersisa diantara sang malam dan sang siang hanyalah sebuah kisah…

            Dalam beku malam membisu… dalam bisu malam merindu… dalam rindu malam tersedu…

            Hadirnya sebuah percintaan diantara mereka telah membawa luka… hadirnya sebuah percintaan diantara mereka telah membawa duka… hadirnya sebuah percintaan diantara mereka telah mengusir suka…

            Sang malam harus bisa menerima semuanya… melebur rasa cintanya… mengubur kenangan manisnya… menyembuhkan derita pahitnya… memulai hidup barunya…

            Dalam beku malam membisu… dalam bisu malam merindu… dalam rindu malam tersedu…

            Sebab kini sang siang bukan lagi miliknya… sang siang bukan lagi kekasihnya… sang siang bukan lagi bagiannya… dan sang siang tak lagi mencintainya…

            Sebuah realita yang menghimpit… sebuah kisah cinta yang sulit… sebuah petaka yang berbelit… sebuah percintaan yang pahit…


            Namun terimalah… sebab sang siang tak mampu lagi untuk mengalah… sang siang tak bisa lagi untuk berpasrah… sang siang telah lama lelah… Sebuah percintaan ketika sang malam harus mengaku kalah… sebuah percintaan dimana cinta berakhir musnah…






(1 Januari 2006)




Sayangku…

 



Sayang… saya mencintaimu karena saya memang menginginkannya. Bukan karena saya jatuh hati, atau karena cinta pada pandangan pertama. Namun, karena saya memang benar-benar menginginkannya.


Sayang… kau adalah lelaki ke-30 yang telah saya cinta. Melalui hati, melalui pikiran, melalui jiwa. Karena saya memang menginginkannya. Bukan karena saya merasa harus, atau karena saya terpaksa. Namun, karena saya memang benar-benar menginginkannya.


Sayang… selama tigapuluh bulan ini saya telah menjelajah banyak hati dari kaummu. Dan saya merasa sangat mengharapkanmu. Karena saya memang menginginkannya. Saya mencintaimu. Dan itu yang saya mau.


Sayang… biarkan saya tetap merasakannya. Sebab saya menyukainya. Saya menikmatinya. Saya ingin mempertahankannya. Namun saya enggan memilikinya.


Sayang… cinta itu kejam, cinta itu jahat, cinta itu licik. Cinta selalu membawa kita pada piriran-pikiran yang picik. Selalu membuat kita menderita dalam tiap-tiap detik. Selalu membuat kita haus akan kasihnya yang hanya setitik.


Sayang… saya mencintaimu karena saya memang menginginkannya. Bukan karena tak sengaja. Bukan karena tiba-tiba. Namun karena saya memang benar-benar menginginkannya juga karena saya sangat takut akan deritanya.





(Jogja, 1 November 2005)

Tentang Lelaki

 


Lelaki adalah sosok terindah yang diciptakan Tuhan. Dimulai dari tiap lekuk tubuhnya… hingga perangai-perangainya. Sangat indah hingga membuat saya selalu terpana. Atas ciptaan-Nya yang satu ini saya sangat bersyukur.


Lelaki dari berbagai macam jaman. Lelaki dari berbagai macam bentuk. Lelaki dari berbagai macam warna tubuh. Atau pun lelaki dari berbagai macam negeri. Saya sangat mengaguminya. Saya sangat memujanya.

Lelaki adalah sosok terindah yang dicipkana Tuhan. Sebab lelaki selalu megah dengan kuasa-kuasanya. Selalu menawan dengan tingkah-lakunya. Selalu rupawan dengan auranya. Atas ciptaan-Nya yang satu ini saya sangat bersyukur.


Karena lelakilah saya ada. Juga karena lelakilah saya merasakan orgasme saat bercinta. Karena lelakilah saya menjadi seorang pemuja. Saya sangat menyukainya. Saya sangat mencintainya.


Lelaki selalu mebuat dada saya berdegup kencang. Lelaki selalu membuat keringat saya mengucur deras. Lelaki juga selalu membuat saya merintih nikmat saat sedang bercumbu. Saya sangat menginginkannya. Saya sangat mengharapkannya.


Lelaki adalah sosok termewah yang diciptakan Tuhan. Sebab tanpa lelaki saya takkan lengkap. Tanpa lelaki saya bukanlah apa-apa. Dan tanpa lelaki saya adalah kematian. Atas ciptaan-Nya yang satu ini saya sangat bersyukur.


Tuhan, terima kasih karena Kau menciptakan Adam di samping Hawa. Terima kasih karena kau menciptakan saya di antara lelaki. Terima kasih karena kau membuat semuanya nyata.






(Jogja, 1 November 2005)

Untuk kekasih…



Kekasih……
Saya ingin terbang bersamamu……
Mengepakkan sayap-sayap mungilku……
Menapaki awan-awan rindu……

Kekasih……
Saya ingin bercinta denganmu……
Memeluk erat kekar tubuhmu……
Menikmati kehangatan aura sukmamu……

Kekasih……
Saya ingin terus mencintaimu……
Mengalunkan debaran jantung dengan merdu……
Mempersembahkan seluruh hidupku padamu……

Kekasih……
Saya ingin selalu memujamu……
Sebagai makhluk terindah di mataku……
Sebagai sosok termegah di hatiku……

Kekasih……
              Kekasih……
                            Kekasih……
                                          Saya ingin merengkuhmu……
                                                       Menyatukan diri denganmu……
                                                                     Walau saya tak pernah memilikimu……
                                                                                   Walau saya enggan memilikimu……


(Jogja, 25 Oktober 2005)

Maka Ijinkan Saya Menikmatinya………

             Sering kali saya merasakan cinta. Bukan hanya sekali atau duakali saja. Namun tak juga saya merasa jera. Padahal cinta selalu membawa saya pada derita. Cinta selalu membawa saya pada luka. Walaupun terkadang penuh dengan bunga-bunga asmara, tapi ada kalanya berbuah duka. Dan tak juga saya merasa jera.


            Seandainya kau tahu…kau adalah salah satu pembawa rasa itu. Kau bagaikan secercah indah warna biru. Namun juga duri yang sering kali menusuk kalbu. Kau yang membuat saya termangu… membuat saya merindu… juga membuat saya layu.


Karena itulah saya mempertahankannya. Agar saya bisa mempertahankan nyawa. Agar saya bisa tetap berkarya. Juga agar saya bisa menikmatinya.


         Saya pernah bercerita tentang kemuakan saya pada cinta. Dan semua itu benar adanya. Sebab ketika saya terluka begitu dalamnya, maka kemuakan itu hadir mengisi relung jiwa saya. Namun saya tak juga merasa jera. Sebab ada kalanya saya membencinya. Ada pula kala ketika saya benar-benar kecanduan olehnya. Padahal semua dukanya selalu membawa saya pada nestapa. Dan tak juga saya merasa jera.


            Bila saja kau tahu… kau adalah salah satu pembawa cinta itu. Kau bagaikan alunan merdu sebuah lagu. Namun juga racun yang sering kali membuat lidah saya kelu. Kau yang membuat saya tercandu… membuat saya meragu… juga membuat saya rindu.


            Karena itulah saya mempertahankannya. Agar saya bisa mempertahankan nyawa. Agar saya bisa tetap berkarya. Juga agar saya bisa menikmatinya.



            Tiap kali saya bernapas, maka tiap kali pula saya merasakan hadirmu dalam tiap aliran udara. Tiap kali saya terluka, maka tiap kali pula saya menemukanmu dalam tiap goresan perihnya. Tiap kali saya merasakan suka, tiap kali saya merasa duka. Kau selalu merasuki jiwa saya.


            Yang saya inginkan adalah kehadiranmu dalam tiap mimpi saya. Keberadaanmu dalam tiap hembusan napas saya. Keindahanmu yang membuat saya terpesona. Keangkuhanmu yang saya suka. Sebab saya menikmatinya. Saya sangat menikmatinya.


            Menikmati tiap warna yang kau torehkan. Menikmati tiap duri yang kau tusukkan. Menikmati tiap lagu yang kau alunkan. Menikmati tiap tetes racun yang kaualirkan. Menikmatinya hingga saya benar-benar dimabuk angan-angan.

            

            Kehadiranmu telah menelanjangi saya dalam rasa cinta. Kehadiranmu telah melacurkan saya dalam rasa hina. Namun, karenamulah saya memuja segalanya. Maka ijinkan saya menikmatinya…








(Jogja, 25 Oktober 2005)

Kepada Sang Waktu…

kepada sang waktu inginku bercerita…
tentang sesosok pria yang kupuja…
tentang hati ini yang telah lama tergoda…
tentang cinta…dan hanya cinta…

kepada sang waktu inginku meminta jeda…
agar debaran ini tak lagi terasa…
agar jiwa ini tak lagi gulana…
agar tentram…dan hanya tentram…

kepada sang waktu inginku bercinta…
dengan pria yang berbeda…
dengan cumbuan yang tak sama…
dengan siksa yang kusuka…dan hanya siksa yang kusuka…

kepada sang waktu inginku bertemu…
ketika malam tak lagi termangu…
ketika jiwaku tak lagi membeku…
ketika kisah cintaku tak lagi layu…

sebab hanya kaulah yang mampu…
membawanya ke sisiku…
mengikatnya pada auraku…
menghentikan perputaranmu…

hingga pria itu menoleh padaku…
pria itu mulai mengenalku…
pria itu mulai memahami cintaku…
lalu pria itu mulai membuka hatinya untukku…

kepada sang waktu inginku tetap begini…
walaupun jiwa terasa pedih dan sunyi…
walaupun kau menusukkan berjuta duri…
walaupun hanya dalam mimpi…dan hanya dalam mimpi…

sebab saya jatuh hati…
sebab saya cinta mati…

 

October 25th, 2005

Saya Benar-benar Dimabuk Lelaki…

        Semalam saya memimpikannya lagi… kali ini dia terlihat lebih nyata dan lebih hangat. Tubuhnya yang gagah… membuat saya memimpikan cintanya yang megah… wajahnya yang cerah… membuat saya memimpikan pagi yang indah…

        Ketika saya mencoba membayangkan wajahnya… mendadak saya merasakan sengatan cinta… namun ketika saya membayangkan tubuh indahnya… yang saya rasakan adalah pelukan hangatnya yang bahkan untuk terangsang pun saya tak tega. Sebab saya benar-benar sedang dimabuk lelaki!!

        Cinta yang gila itu membuak perangai saya berubah seketika. Saya yang tadinya tak punya malu… tiba-tiba memerah saat bertemu pandang. Saya yang tadinya bergaya seenaknya… tiba-tiba berubah kalem ketika melihatnya di dekat saya. Saya sebenarnya tidak suka jatuh cinta. Sebab dengan merasakannya berarti saya akan menjadi orang lain yang bukan saya lagi. Saya tidak mau itu terjadi. Tetapi, setelah berkali-kali saya merasakannya… saya pun mulai kecanduan!! saya ingin lagi… lagi… lagi… dan lagi… saya mulai ketergantungan. Saya benar-benar dimabuk lelaki!!
       
        Ketika saya mencoba membayangkan bibirnya yang tebal… mendadak saya merasakan panggutannya yang kenyal… namun ketika saya mencoba membayangkan sentuhan tangannya… yang saya rasakan adalah rindu yang kental… Saya benar-benar dimabuk lelaki!!

        Untuk sang lelaki yang memabukkan saya… berikan candumu pada saya!! Agar saya bisa bertahan hidup walau hanya dengan memandangimu saja. Walau sepatah kata pun kita tak pernah saling berucap satu sama lain… Keindahan dan kemegahanmu membuat saya merasa hina di depanmu, namun sekaligus membuat saya merasa sangat pantas menjadi bagian dari hidupmu…

        Untuk sang lelaki yang memabukkan saya… sadarlah bahwa saya benar-benar tengah dimabuk oleh pesonamu… dimabuk oleh kelaki-lakianmu. Sedemikian mabuk hingga saya berubah menjadi sosok yang sangat perempuan. Sedemikian mabuk hingga saya berubah menjadi pemujamu… Sangat mabuk hingga saya berubah menjadi bidadari pencinta…

        Sebab saya benar-benar sedang dimabuk lelaki… maka ijinkan saya untuk tak memungkiri…

 

October 15th, 2005