Sering kali saya merasakan cinta. Bukan hanya sekali atau duakali saja. Namun tak juga saya merasa jera. Padahal cinta selalu membawa saya pada derita. Cinta selalu membawa saya pada luka. Walaupun terkadang penuh dengan bunga-bunga asmara, tapi ada kalanya berbuah duka. Dan tak juga saya merasa jera.
Seandainya kau tahu…kau adalah salah satu pembawa rasa itu. Kau bagaikan secercah indah warna biru. Namun juga duri yang sering kali menusuk kalbu. Kau yang membuat saya termangu… membuat saya merindu… juga membuat saya layu.
Karena itulah saya mempertahankannya. Agar saya bisa mempertahankan nyawa. Agar saya bisa tetap berkarya. Juga agar saya bisa menikmatinya.
Saya pernah bercerita tentang kemuakan saya pada cinta. Dan semua itu benar adanya. Sebab ketika saya terluka begitu dalamnya, maka kemuakan itu hadir mengisi relung jiwa saya. Namun saya tak juga merasa jera. Sebab ada kalanya saya membencinya. Ada pula kala ketika saya benar-benar kecanduan olehnya. Padahal semua dukanya selalu membawa saya pada nestapa. Dan tak juga saya merasa jera.
Bila saja kau tahu… kau adalah salah satu pembawa cinta itu. Kau bagaikan alunan merdu sebuah lagu. Namun juga racun yang sering kali membuat lidah saya kelu. Kau yang membuat saya tercandu… membuat saya meragu… juga membuat saya rindu.
Karena itulah saya mempertahankannya. Agar saya bisa mempertahankan nyawa. Agar saya bisa tetap berkarya. Juga agar saya bisa menikmatinya.
Tiap kali saya bernapas, maka tiap kali pula saya merasakan hadirmu dalam tiap aliran udara. Tiap kali saya terluka, maka tiap kali pula saya menemukanmu dalam tiap goresan perihnya. Tiap kali saya merasakan suka, tiap kali saya merasa duka. Kau selalu merasuki jiwa saya.
Yang saya inginkan adalah kehadiranmu dalam tiap mimpi saya. Keberadaanmu dalam tiap hembusan napas saya. Keindahanmu yang membuat saya terpesona. Keangkuhanmu yang saya suka. Sebab saya menikmatinya. Saya sangat menikmatinya.
Menikmati tiap warna yang kau torehkan. Menikmati tiap duri yang kau tusukkan. Menikmati tiap lagu yang kau alunkan. Menikmati tiap tetes racun yang kaualirkan. Menikmatinya hingga saya benar-benar dimabuk angan-angan.
Kehadiranmu telah menelanjangi saya dalam rasa cinta. Kehadiranmu telah melacurkan saya dalam rasa hina. Namun, karenamulah saya memuja segalanya. Maka ijinkan saya menikmatinya…
(Jogja, 25 Oktober 2005)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar