Sabtu, 04 Agustus 2012

Where should I go now?

Maka sekarang hidup saya bermulai dari awal. Menjadikan angka-angka sebelumnya lebur dan kembali ter-restart 'nol'. Jika di lagu lama itu tersyairkan 'pulangkan saja aku pada ibuku atau ayahku' maka saya pulang kepada kesendirian. Sebab tak mungkin lagi saya menggantungkan diri pada ibu saya.

Pernah tersirat dalam cerita saya sebelumnya tentang ibu saya yang berjuang demi 4 orang anaknya. Sendirian sebab bapak saya sudah lama meninggal dunia. Jadi, sangat tidak mungkin saya bergantung pada ibu saya yang kian tahun kian renta namun masih harus bekerja demi hidupnya sendiri.

Saya memang pulang kembali ke rumah kami, namun hidup saya tetap menjadi tanggungan saya sendiri. Bisnis saya dimulai lagi dari nol. Dan percintaan saya pun kembali ke awal dengan pria yang jauh berbeda.

Saat di titik terendah, kadang saya berpikir untuk menyerah. Namun, saya sudah melangkah mendekati setengah. Terlalu percuma untuk berhenti dan menyerah. Tetap harus berjalan. There's no way back.

Beberapa kawan yang menjalani perceraian masih bisa nyaman dengan orang tua mereka yang sangat cukup. Tidak demikian dengan saya. Bukan. Saya bukan iri. Hanya sedikit mengeluh saja. Sebab saya manusia normal yang ada kalanya butuh mengeluh.

Maka di sini saya. Bercerita pada anda yang sesungguhnya bukan sekedar cerita, namun lebih bersifat keluhan. Saya sedikit lelah menjalani ini. Dan saya berpikir untuk mengubah sedikit target saya.

Tidak salah, kan jika saya mendamba pengayoman dari orang lain? Saya ingin segera menikah lagi. Dengan orang yang baik dan bertanggung jawab. Sebab sepertinya berjalan sendirian cukup melelahkan saya.

Tak perlu kaya raya, saya hanya ingin ada orang yang selalu ada saat saya butuh pelukan. Orang yang menenangkan saya tentang hari esok, yang sekarang masih saya khawatirkan. Orang yang berkata, "tenang, sayang. Besok kita masih tetap bisa makan." Bahkan orang yang bisa bermimpi bersama saya.

Bersamanya saya akan merencanakan banyak hal untuk masa depan kami. Tentang rumah impian, mobil impian, bahkan nama anak yang mungkin akan kami miliki nanti. Mimpi yang membuat kami sama-sama berjuang. Bersama dengannya saya tak perlu takut lagi tentang ancaman hutang dan kehilangan. Bersama dengannya saya akan tenang.

Dan bersamanya saya juga akan mengasuh pria kecil saya yang lucu. Jangan berpikir pria ini hanya dalam mimpi. Sebab saya masih optimis akan ada pria sebaik ini yang mau mengambil saya berpaket dengan anak saya.

Jadi haruskan saya kesana? Atau tetap berjalan sendirian?


Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT